Komisi IV DPRD Lampung Dukung Mabes Polri dan KPK

# Dilihat: 168 pengunjung
  • Bagikan

Bandarlampung -Anggota Komisi IV DPRD Lampung, Drs. H. Azwar Yacub mendukung Mabes Polri, dan KPK mengusut kejanggalan dan kusut penjualan aset alay yang bernilai ratusan miliar untuk pengembaliaan uang negara, dan berpotensi merugikan Negara. Termasuk aset sengketa Pantai Quin Artha Seluas 8,8 Hektar Hanya Rp12,5 Miliar.

Azwar Yakub mengatakan penjualan aset milik terpidana Tindak Pidana Korupsi (TPK), Sugiarto Wihardjo Alias Alay Tripanca yang telah diletakkan sita Eksekusi berdasarkan Penetapan Sita Eksekusi Nomor: 09/Eks/2009/ PN.TK. 26 Mei 2009 berupa tanah Pantai Queen Artha di Kabupaten Pesawaran seluas lebih dari 8,8 hektare Rp12,5 miliar adalah kejanggalan.

Politisi Partai Golkar ini, menyatakan sudah sewajarnya lembaga penegak hukum, seperti Mabes Polri, Kejagung dan KPK RI mengusut kasus jual beli aset alat tersebut. Selain itu, lembaga lain seperti Kemenkeu, BPK RI, BPKP, PPATK, OJK juga dapat turun menelisik dan mengaudit dugaan kejanggalan jualbeli aset tersebut yang berpotensi merugikan keuangan negara dari segi pajak yang masuk ke kas negara.

“Saya ikuti pemberitaan soal aset terpidana korupsi Alay ini. Dan makin hari makin terkuak “bau busuknya”. Untuk itu, saya minta semua lembaga penegak hukum dan lembaga negara yang konsen di masalah keuangan menelisik, mengaudit dan melakukan langkah hukum penyelidikan dan penyidikan guna membongkarnya sampai tuntas dan menyeret pihak yang melakukan kejahatan agar dapat dimintakan pertanggungjawaban,” kata Azwar, Selasa 8 September 2020.

Menurut Azwar, sangat janggal jika aset Pantai Queen Artha yang letaknya sangat strategis dan memiliki nilai ekonomis tinggi, hanya laku terjual sebesar Rp12,5 miliar seperti yang digembar-gemborkan. Apalagi belakangan diketahui yang disetorkan pihak Alay dari penjualan aset itu ke Kejati Lampung hanya Rp10 miliar.

“Jika harga jual aset Alay Pantai Queen Artha seluas lebih 8,8 hektare hanya Rp12,5 miliar, artinya harga tanah berikut bangunan yang ada diatasnya hanya Rp140 ribu permeter perseginya. Jika harga jualnya Rp10 miliar, artinya permeter perseginya hanya Rp113 ribuan,” katanya.

“Ya jujur saja ini, itu sangat mustahil, sangat tidak masuk akal dan tidak rasional. Sangat melawan akal sehat. Apalagi penjualan aset tidak lewat lelang, yang semakin membuat saya curiga terhadap keabsahan kebenaran nilai transaksinya. Karenanya saya minta penegak hukum turun dan audit. Tangkap siapapun pihak yang ikut kongkalingkong yang telah mengakibatkan kerugian negara,” lanjut Azwar.

Seperti diketahui masalah aset milik Sugiarto Wihardjo Alias Alay Tripanca yang telah diletakkan sita Eksekusi berdasarkan Penetapan Sita Eksekusi Nomor: 09/Eks/2009/ PN.TK. 26 Mei 2009, yang kini telah beralih tangan, disamarkan dan diperjualbelikan.

Terkait penjualan aset Alay berupa tanah Pantai Queen Artha seluas lebih dari 8,8 hektare yang dijual tanpa melalui lelang. Yakni yang tercantum di Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor: 13 Tanggal 16 Maret 1990 seluas 34.650 M2 dan SHM Nomor: 14 Tanggal 30 April 1990, seluas 53.460 M2 atas nama Puntjak Indra, berikut segala sesuatu yang ada di atasnya di Kabupaten Pesawaran.

Informasi yang didapat, lahan itu dibeli oleh Donny, Pemilik Jatim Park, pengusaha asal Surabaya. Nilai jual mencapai Rp12 miliar lebih. “Pertanyaannya, benarkah nilai jual hanya Rp12 miliaran, saya yakin di atas itu,” ujar Kuasa Hukum Kantor Law Firm SAC & Partners Advocates and Legal Consultans, Amrullah, S.H. didampingi Irfan Balga, S.H.

Pasalnya, tanah di kawasan itu harganya sudah di kisaran Rp1 juta permeter persegi. Andai mengikuti harga termurah sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), minimal Rp300 ribu permeternya. “Jadi jujur saja saya curiga, ada keganjilan harga di perjanjian jual-beli aset Alay ini, yang potensi merugikan negara dari pemasukan pajak,” kata Amrullah.

“Jika ikut harga pasaran, aset tanah Pantai Queen Artha bisa mencapai Rp88 miliar lebih. Andai itu dibeli seharga Rp300 ribu permeter persegi saja, maka harga totalnya mencapai lebih Rp26,4 miliar. Tapi mengapa yang didengungkan harga jual objek sita Alay hanya Rp12 miliaran,”lanjutnya.

Mirisnya lagi dari Rp12 miliaran ini, hanya Rp10 miliar yang disetor pihak Alay ke Kejati Lampung sebagai dalih cicilan uang pengganti sesuai Putusan Mahkamah Agung RI nomor: 510K/PID.SUS/2014 Tanggal 21 Mei 2014,” tutur Amrullah.

“Coba jika aset itu dijual lewat lelang. Tinggal jaksa kordinasi dengan Pemkab Lampung Timur karena aset itu sudah dalam penetapan sita pengadilan. Pasti harganya lebih tinggi. Tapi memang jika lewat lelang, semua pihak bisa ikut dan memantau. Harga tidak bisa dipermainkan. Lalu semua uang hasil lelang masuk ke kas negara. Tidak seperti ini, yang terkesan tak transparan,” katanya.

Menurut Amrullah, kedua SHM Pantai Queen Artha yang merupakan aset milik Alay yang telah masuk di penetapan sita PN Tanjungkarang, telah diperjualbelikan saudara Puntjak Indra dengan Donny melalui PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual-Beli) Notaris dan PPAT Andrianto S.H.,M.Kn. di Bandar Lampung.

Dari informasi saudara Alandes Staff Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pesawaran yang meloloskan Balik-Nama adalah Jaksa dari Kejati Lampung, bernama Andre Setiawan. Dimana jaksa itu telah secara langsung ikut serta melakukan pengukuran batas atas kedua SHM dan menggaransi Notaris terus memproses Jual-Beli Obyek Sita Eksekusi dimaksud. (Red)

  • Bagikan